Subscribe:

Labels

Saturday, March 5, 2011

ANALISIS SOSIAL

Analisis sosial secara sederhana dapat kita sebut sebagai sebuah alat, yang selanjutnya bisa disebut sebagai  metode untuk memahami realitas sosial-lingkungan sekitar, global maupun lokal.
Dalam studi ilmu-ilmu sosial, untuk menganilisis kondisi sosial maka kita harus berpijak dalam empat paradigma (baca: cara pandang) yang didasarkan pada perbedaan anggapan metateori tentang sifat dasar ilmu sosial dan sifat dasar dari masyarakat. Empat paradigma tersebut yang dibangun atas pandangan-pandangan yang berbeda  mengenai dunia sosial satu dengan yang lain adalah humanis, strukturalis, fenomenologis dan fungsionalis.
Untuk menuju kepilihan metode seperti apa yang layak dimbil, maka kita harus berangkat dari asumsi dasar yaitu ontologis, epistemologis, kecenderungan dasar manusia (human nature)dan metodologi.
Asumsi tentang ontologis dalah berawal dari pertanyaan “apa”. Jadi asumsi ontologis ini adalah apakah kenyataan diteliti sebagai sesuatu di luar yang mempengaruhi/merusak di dalam seseorang ataukah kenyataan itu justru hasil dari kesadaran seseorang. Sedangkan asumsi epistimoogis berawal dari pertanyaan “bagaimana”. Jadi bagaimana seseorang mulai memahami dunia sosial dan mengkomunikasikanya sebagai pengetahuan kepada orang lain.
Adapun asumsi Human natur membawa kita kepada satu upaya penyadaran diri. Asumsi terakhir sebenarnya merupkan satu muara ketika orang yang memperdebatkan di atas akhirnya semua akan mengarah kepada perbedaan metodelogis. Masing-masing asumsi di atas dalam perkembangan selanjutnya menghasilkan cabang-cabang yang cukup banyak. Tapi yang akhirnya tercatat adalah perdebatan masing masing asumsi yang membawa pada aliran aliran tertentu. Perdebatan mengenai ontologis menghasilkan aliran nominalis (yang beranggapan bahwa realitas sosial adalah sesuatu diluar diri yang merupakan suatu pengandaian konsep dan label. Artinya benda ini diberi nama hanya sekedar ”rekaan” manusia agar menjadi pemahaman bersama, dalam hal ini bahasa juga termasuk di dalamnya dan aliran realisme (realitas yang di luar “diri” itu adalah suatu kenyataan yang “hidup”dan merupakan tatanan nisbi yang tepat. Artinya kenyataan itu lebih merupakan entitas empiris.
Debat epistimologis melahirkan perpecahan tajam antara orang eksakta dengan orang sosial. perdebatan ini membawa kita pada aliran positivis (satu aliran yang memahami bahwa hipotesa tentang kondisi alam sosial dapat dibuktikan secara empirik melalui eksperimen, dan aliran anti positivistik (yaitu satu aliran yang tidak mau menerapkan satu tatanan sosial terhadap peristiwa sosial yang lain, jadi manusia bukanlah pengamat  tetapi satu entitas yang terlibat dalam struktur tatanan sosial.
Selanjutnya debat mengenai human natur termasuk debat yang cukup tua dan abadi di lingkungan umat islam. Kaum determinis ( Qodariah) menganggap bahwa manusia ditentukan oleh lingkungan, sedangkan kaum volunteris (Jabariyah) beranggapan bahwa lingkungan ditentukan oleh kreatifitas manusia itu sendiri. Kedua anggapan inilah yang merupakan unsur paling utama dan hakiki dalam teori ilmu sosial.
Adapun debat metodelogis, melahirkan dua aliran besar pula, yaitu ideografis yang menyatakan bahwa seseorang akan memahami kondisi sosial suatu masyarakat jika dia terlibat langsung dengan masyarakat itu. Aliran yang kedua adalah aliran  nomotetis, yaitu aliran yang mementingkan pada seperangkat tehnik dan alat  sistematik dalam penelitian  (ini sering digunakan oleh orang eksakta).
Dari semua asumsi dan perdebatan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa teori sosial terbagi menjadi dua aliran besar yaitu;
1.      Positivistik yang menggunakan ontologis realis, epistemologinya positivis, pandangan sifat manusianya deterministik dan metodeloginya nomotetik.
2.      Idialisme jerman, sebaliknya ontologinya nominalis, epistimologinya anti positivis, pandangan sifat manusianya volunteristik dan metodeloginya idiografis.

EMPAT PARADIGMA

Setelah melalui perdebatan yang panjang, para ahli sosiologi akhirnya sepakat untuk menentukan cara baru dalam menganalisa empat paradigma (dengan tetap memasukkan unsur – unsur penting dari asumsi di atas). Empat paradigma itu  adalah:
  1. Humanis Radikal, yaitu suatu paradigma yang dianut oleh orang-orang yang berminat mengembangkan ilmu sosial  perubahan radikal dari pandangan subjektivis pendekatan yang kemudian dipakai adalah nominalis, anti positivistik, volunteris dan idiolografis. Pandangan dasarnya bahwa ada satu suprastruktur idiologis diluar diri yang membelenggu dan berhasil memisahkan dirinya dengan kesadarannya (alienasi) dan melahirkan kesadaran palsu.
  2. Struktural Radikal, penganut paham ini berupaya memperjuangkan sosilogi perubahan radikal juga yaitu perubahan yang mendasar dengan mengabaikan semua tatanan sosial yang membelenggu perkembanga diri manusia oleh karena pandangan ini bersifat utopis dan hanya memandang lurus ke depan. Analisisnya cenderung menekankan pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan harkat manusia. pendekatan yang dipakai adalah realis, positivis, determinis dan nomotetis.
  3. Paradigma Interpretatif, penganut paradigma ini cenderung manganut sosiologi keteraturan yaitu ilmu sosial yang mengutamakan  kesatuan dan kerapatan. Pendekatannya cenderung nominalis, anti positivis dan ideografis. Pada perkembangan selanjutnya paradigma ini sering disebut sebagai aliran fenomenologis.
  4. Paradigma Fungsionalis. Paradigma inilah yang paling banyak di anut di dunia mereka condong kepada pendekatan realis, positivis, deterministis dan nomotetis. Rasionalitas merupakan “tuhan “ bagi mereka dia berpijak pada sosiologi keteraturan juga.

Fungsi utama mengenal empat paradigma di atas  adalah kita dapat memahami kerangka berfikir seseorang dalam teori sosial dan merupakan alat untuk memetakan perjalanan pemikiran teori sosial seseorang terhadap persoalan sosial.
Dengan pemahaman ini, tiap diri bisa memetakan teori-teori yang ada untuk kemudian dengan kesadaran masing-masing melalui pengalaman dan pemahamannya sendiri, memilih mana yang menurut anda paling tepat.

Chitika