Subscribe:

Labels

Friday, April 22, 2011

Asal-usul Kata Indonesia

Di masa penjajahan India-Belanda ini muncul nama Indonesia. Pertama kali digunakan oleh dua orang Inggris, yaitu George Samuel Windsor Earl, seorang pengacara kelahiran London, yang bersama James Richardson Logan, seorang pengacara kelahiran Scotlandia, menulis artikel sebanyak 96 halaman di Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia No. 4, tahun 1850 dengan judul "The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders." Mereka menamakan penduduk India-Belanda bagian barat yang berasal Proto-Malaya (Melayu tua) dan Deutero-Malaya (Melayu muda), sebagai Indunesians (Indu, bahasa Latin, artinya: India; Nesia, asal katanya adalah nesos, bahasa Yunani, artinya: kepulauan). Sedangkan penduduk di wilayah India-Belanda bagian timur masuk ke dalam kategori Melanesians (Mela = hitam. Melanesia = kepulauan orang-orang hitam). Oleh karena itu, Earl sendiri kemudian cenderung menggunakan istilah Melayu-nesians, untuk menamakan penduduk India-Belanda bagian barat. Kemudian Logan merubah Indunesia menjadi Indonesia (Indos dan Nesos, keduanya berasal dari bahasa Yunani) dalam tulisan-tulisannya di Journal tersebut.
Adalah Adolf Bastian, seorang dokter dan sekaligus etnolog Jerman, yang mempopulerkan nama Indonesia ketika menerbitkan laporan perjalanan dan penelitiannya di Berlin, yang diterbitkan dalam karya 5 jilid (1864 – 1894) dengan judul “Indonesien, oder die Inseln des malaysischen Archipels” (bahasa Jerman, artinya: “Indonesia, atau Pulau-Pulau dari Kepulauan Malaya”). Jilid I berjudul Maluku, jilid II Timor dan Pulau-Pulau Sekitarnya, jilid III Sumatera dan Daerah Sekitarnya, jilid IV Kalimantan dan Sulawesi, jilid V Jawa dan Penutup.
Sejak dahulu hingga sekarang, para ilmuwan Eropa lebih senang menggunakan istilah/kata bahasa Latin atau Yunani untuk penamaan hal-hal yang sehubungan dengan ilmiah, demikian juga untuk menamakan ras penduduk di wilayah Malaya dan India Belanda bagian barat.
Eduard Douwes Dekker, dalam bukunya “Max Havelaar” menyebut India-Belanda dengan nama Insulinde, variasi bahasa Belanda untuk Kepulauan India. Ketika Indische Partij (Partai India) yang didirikan oleh keponakannya dilarang oleh Pemerintah India Belanda tahun 1913, para anggotanya mendirikan Partai Insulinde.
Baik Indunesian, Indonesien atau Insulinde semua artinya adalah Kepulauan India, untuk menunjukkan identitas pribumi yang hidup di bagian barat wilayah India- Belanda, sedangkan yang hidup di wilayah timur –Flores, Timor, Maluku dan Papua-sebenarnya adalah orang-orang Melanesia (Kepulauan orang-orang hitam).
Yang termasuk pertama menggunakan kata Indonesia pada awal tahun 20-an adalah Perhimpunan Indonesia di Belanda, Sam Ratu Langie dan Partai Komunis Indonesia.
Jadi kata Indonesia yang sampai sekarang digunakan oleh Republik Indonesia artinya tak lain adalah: Kepulauan India.
Selain Indonesia, yang menggunakan nama yang “diciptakan” oleh orang-orang Inggris dan kemudian dipopulerkan oleh orang Jerman, juga Phillipina (Filipina), yang masih tetap menggunakan nama peninggalan penjajahan. Ketika orang-orang Spanyol menguasai wilayah tersebut, sebagai persembahan kepada raja Spanyol, Phillip, jajahan itu diberi nama Philippina.
Banyak negara setelah merdeka mengganti nama yang “diciptakan” atau diberikan oleh penjajahnya, seperti Ceylon menjadi Sri Lanka, Burma menjadi Myanmar, Indo-Cina menjadi Vietnam, Rhodesia menjadi Zimbabwe, Gold Coast menjadi Ghana, South-West Afrika menjadi Namibia, dll.
Jadi seandainya bangsa ini sepakat untuk meninggalkan nama yang diciptakan oleh orang Eropa, maka Indonesia bukanlah negara pertama yang mengganti nama peninggalan masa penjajahan.
Dapat menjadi bahan pertimbangan, untuk kembali menggunakan nama yang telah lebih dari 1000 tahun digunakan oleh nenek moyang kita, yaitu NUSANTARA.
Awalnya digunakan oleh J.R. Logan dalam bukunya "The Ethology of India Archipelago" (1850), yang mengkaji kehidupan penduduk dan kebudayaannya di kepulauan antara benya Asia-Australia dan antara lautan Pasifik-Hindia.
Adolf Bastian (sarjana Jerman) juga menggunakannya sebagai judul buku "Indonesien Oder Die Insel der Malayschen Archipels" Nama Indonesia diambil alih oleh para pemuda Indonesia dalam perjuangannya menjadi satu nama : Kesatuan sosial, politik/wilayah, bangsa yang baru.
Semula nama Indonesia hanya digunakan dalam aspek ilmiah. Tetapi sejak itu nama Indonesia digunakan sebagai aspek politik.

Thursday, April 21, 2011

4 Peran Mahasiswa

Mahasiswa memang menjadi komunitas yang unik di mana dalam catatan sejarah perubahan selalu menjadi garda terdepan dan motor penggerak perubahan . Mahasiswa di kenal dengan jiwa patriotnya serta pengorbanan yang tulus tanpa pamrih . Namun hanya sedikit rakyat Indonesia yang dapat merasakan dan punya kesempatan memperoleh perndidikan hingga ke jenjang ini karena system perekomian di Indonesia yang kapitalis serta biaya pendidikan yang begitu mahal sehingga kemiskinan menjadi bagian hidup rakyat ini . Dalam tulisan ini penulis memetakan ada ada empat peran mahasiswa yang menjadi tugas dan tanggung jawab yang akan di pikul .

Peran moral
Mahasiswa yang dalam kehidupanya tidak dapat memberikan contoh dan keteladanan yang baik berarti telah meninggalkan amanah dan tanggung jawab sebagai kaum terpelajar . Jika hari ini kegiatan mahasiswa berorientasi pada hedonisme (hura – hura dan kesenanggan) maka berarti telah berada persimpangan jalan . Jika mahasiswa hari ini lebih suka mengisi waktu luang mereka dengan agenda rutin pacaran tanpa tahu dan mau ambil tahu tentang peruban di negeri ini, jika hari ini mahasiswa lebih suka dengan kegiatan festival musik dan kompetisi (entertaiment) dengan alasan kreatifitas, dibanding memperhatikan dan memperbaiki kondisi masyarakat dan mengalihkan kreatifitasnya pada hal – hal yang lebih ilmiah dan menyentuh kerakyat maka mahasiswa semacam ini adalah potret “generasi yang hilang “yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa.
Peran sosial
Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa-jiwa sosial yang dalam atau dengan kata lain solidaritas sosial. Solidaritas yang tidak dibatasi oleh sekat sekat kelompok, namun solidaritas sosial yang universal secara menyeluruh serta dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan. Mahasiswa tidak bisa melihat penderitaan orang lain, tidak bisa melihat poenderitan rakyat, tidak bisa melihat adanya kaum tertindas dan di biarkan begitu saja. Mahasiswa dengan sifat kasih dan sayangnya turun dan memberikan bantuan baik moril maupun materil bagi siapa saja yang memerlukannya. Sebagai contoh di Kalimantan Barat pada tahuan 1998 s/d 2000 pernah terjadi gelombang pengungsian besar – besaran akibat konflik sosial di daerah ini maka mahasiswa musti ikut memperhatikan masalah ini dengan memberikan bantuan baik secara moril maupun meteril serta pemikirannya serta ikut mencarikan solusi penanganan bencana kemanusiaan ini , Betapa peran sosial mahasiswa jauh dari pragmatisme ,dan rakyat dapat merasakan bahwa mahasiswa adalah bagian yang tak dapat terpisahkan dari rakyat, walaupun upaya yang sistimatis untuk memisahkan mahasiswa dari rakyat telah dan dengan gencar dilakukan oleh pihak – pihak yang tidak ingin rakyat ini cerdas dan sadar akan problematika ummat yang terjadi.
Peran Akademik
Sesibuk apapun mahasiswa, turun kejalan, turun ke rakyat dengan aksi sosialnya, sebanyak apapun agenda aktivitasnya jangan sampai membuat mahasiswa itu lupa bahwa adalah insan akademik. Mahasiswa dengan segala aktivitasnya harus tetap menjaga kuliahnya. Setiap orang tua pasti ingin anaknya selesai kuliah dan menjadi orang yang berhasil. Maka sebagai seorang anak berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan keinginan itu, untuk mengukir masa depan yang cerah .
Peran yang satu ini teramat sangat penting bagi kita, dan inilah yang membedakan kita dengan komonitas yang lain ,peran ini menjadi symbol dan miniatur kesuksesan kita dalam menjaga keseimbangan dan memajukan diri kita. Jika memang kegalan akademik telah terjadi maka segeralah bangkit,”nasi sudah jadi bubur maka bagaimana sekarang kita membuat bubur itu menjadi “ bubur ayam spesial “. Artinya jika sudah terlanjur gagal maka tetaplah bangkit seta mancari solusi alternatif untuk mengembangkan kemampuan diri meraih masa depan yang cerah dunia dan akhirat.
Peran politik
Peran politik adalah peran yang paling berbahaya karena disini mahasiswa berfungsi sebagai presseur group ( group penekan ) bagi pemerintah yang zalim. Oleh karena itu pemerintah yang zalim merancang sedemikian rupa agar mahasiswa tidak mengambil peran yang satu ini. Pada masa ordebaru di mana daya kritis rakyat itu di pasung, siapa yang berbeda pemikiran dengan pemerintah langsung di cap sebagai makar dan kejahatan terhadap negara. Pemerintahan Orba tidak segan-segan membumi hanguskan setiap orang-orang yang kritis dan berseberangan dengan kebijakan pemerintah.
Dalam dunia kampus pada tahun 1984 lewat mentri pendidikan Daud Yusuf pemerintah mengeluarkankebijakan NKK/BKK (Normalisasis kehidupan kampus).Yang melarang keras mahasiswa beraktifitas politik. Dan kebijakan ini terbukti ampuh memasung gerakan – gerakan mahasiswa yang membuat mahasiswa sibuk dengan kegiatan rutinjtas kampus sehinngga membuat mahasiswa terpenjara oleh system yang ada.
Mahasiswa adalah kaum terpelajar dinamis yang penuh dengan kreativitas. Mahasiswa adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rakyat. Sekarang mari kita pertanyaan pada diri kita yang memegang label Mahasiswa, sudah seberapa jauh kita mengambil peran dalam diri kita dan lingkungan. [mamad]

Wednesday, April 20, 2011

Sejarah Hukum Agraria

Dalam membicarakan sejarah hukum agraria,kita perlu meninjau dahulu sejarah kehidupan manusia dan dalam lintasan sejarah inipulalah hukum agraria itu lahir dan berkembang. Sejarah kehidupan manusia pada dasarnya dapat dijabarkan melalui tahap-tahap berikut ini.
Dalam tahap I, manusia dalam kehidupan yang dikatakan primitif,baru mengenal meramu sebagai sumber penghidupannya yang pertama kali dan satu-satunya pula.Pada tahap ini oarang tentu saja masih secara nomaden atau mengembara tanpa tempat tinggal yang tetap dari hutan yang satu ke hutan yang lain dan dari daerah satu ke daerah yang lain.
Dalam tahap II, manusia telah menemukan mata pencaharian baru yakni berburu yang biasanya juga masih dilakukan oleh nomden yakni mengembara dari hutan ke hutan mengikuti hewan buruan yang ada.
Dalam tahap III manusia menemukan mata pencaharian yang baru lagi, yakni berternak meskipun sistem pelaksanaannya pun masih primitif dan nomaden pula. Dalam tahap ini, mata pencaharian manusia masih tetap berternak namun pola hiup manusia kemudian berubah dari hidup mengembara menjadi pola hidup menetap. Tetapi dalam pola ternak yang menetap ini, manusia tidak mempersoalkan pengetahuannya dalam bidang pertanahan megingat sebagian besar pemikiran mereka masih berpusat pada bidang peternakan.
Dalam tahap IV yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari pola hidup menetap, barulah manusia mulai bercocok tanam sebagai mata penchariannya. Pada tahap inilah baru manusia memikirkan an mempersoalkan keadaan tanah mengingat kepentingannya sehubungan dengan mata pencahariannya yang baru itu. Tetapi pengetahuan tentang hal pertanahan manusia pada masa itu tentu saja masih sangat sederhana dan sepit, terbatas hanya pada hal-hal yang berkenaan dengan keperluan atau masalah yang tengah dihadapnya saja. Disamping itu kehidupan manusia dalam tahap ini pun masih bersifat sangat pasif terhadap alam, artinya manusia hanya bias menerima saja segala akibat yang ditimbulkan oleh alam tanpa sedikitpun bisa berusaha mencegahnya, misalnya dalam hal terjadi bencana alam seperti banjir dan sebagainya.
Manusia pada masa itu paling-paling hanya dapat mengelakkannya saja dengan satu-satunya cara mengembara atauberpindah-pindah ke daerah yang lain dan memulaimata pencaharian mereka itu dari awal lagi. Jadi pada masa itu manusia memang telah mengenal hal-ihwal pertanahan, tetapi belum mampu mengubah alam yang tentunya disebabkan karena masih kurangnya atau sangat terbatasnya pengetahuan dan ketiadaan alat.
Dalam tahap V, pola hidup berkelompok sudah semakin umum mewarnai kehidupan manusia. Dalam tahap ini manusia telah mengenal mata pencaharian berdagang barter tetapi tentu masih dalam taraf,pola dan system sederhana, yakni tukar-menukar barang. Dalam system atau pola perdagangan ini, uang sebagai alat tukar umum belum dikenal orang karena pembayaran atas pembelian suatu barang dilakukan melalui pertukarannya dengan barang lain yang harganya dianggap sebanding.
Bersamaan dengan berkembangnya perdagangan ini, kian berkembang pula mata pencaharian bercocok tanam sehingga dengan demikian berarti bahwa perhatian dan pengetahuan orang pada bidang pertanahan kian berkembang pula. Dalam tahap inilah Hukum Agraria mulai lahir meskipun belum secara formal maupun material dapat dikatakan masih sangat primitive, masih sangat jauh dari memadahi. Hal ini tentu saja disebabkan karena dalam hukum agraria yang masih primitif itu pengaturan hak dan kewajiban timbal-balik antara penguasa dan warga masih belum serasi.
Melalui perkembangan zaman, Hukum Agraria tersebut menjadi kian berkembang mengalami berbagai penempurnaan dan pembaharuan setahap demi setahap hingga sekarang ini. Jadi riwayat sejarah Hukum Agraria sebagamana juga bidang hukum lainnya mulai lahir dan berkembang melalui suatu evolusi yang lama dan panjang, sejak mulai adanya pengetahuan dan inisiatif manusia untuk menciptakan kehidupan serasi melalui hokum yang berkenaan dengan pertanahan, yang dalam hal ini dapat kita anggap sebagai “embrio” Hukum Agraria itu sendiri.
Selanjutnya pada zaman Hindia Belanda, Hukum Agraria dibentuk berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan Belanda dahulu yang merupakan dasar politik Agraria Pemerntah Hindia Belanda dengan tujuan untuk mengembangkan penanaman modal asing lainnya diperkebunan-perkebunan .Utuk mencapai tujuan ini pemerintah Hindia Belanda telah menciptakan pasal 51 dari Indische Staatregeling dengan 8 ayat. Ke-8 ayat ini kemudian dituangkan ke dalam undang-undang dengan nama “Agrariche Wet” dan dimuat dalam Stb. 1870-55. Kemudian dikeluarkan keputusan Raja dengan nama “Agrarisch Besluit” yang dikeluarkan tahun 1870.
Agrarisch Besluit ini dalam pasal 1 memuat suatu asas yang sangat penting yang merupakan asas dari semua peraturan Agraria Hindia Belanda. Asas ini disebut “Domein Verklaring” atau juga bisa disebut asas domein, yaitu asas bahwa “semua tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya adalah domein Negara” yaitu tanah milik negera.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Negara kita tahun 1945, undang-undang Agraria diatas dengan segala peraturan organiknya dan buku ke-2 KUHS tentang benda, kecuali peratuaran-peraturan mengenai hipotek, telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh undan-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang mulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 hingga sekarang hanya berlaku satu undang-undang yang mengatur agraia, yaitu Undang-undang Pokok Agraria No.5/1960. Ini berarti bahwa dalam bidang hukum agraria telah tercapai keseragaman hukum, atau dengan istilah hukumnya telah terdapat unifikasi hukum agrarian yang berarti bahwa berlaku satu hukum agraria bagi semua warga Indonesia. Jadi dualisme dan pluralisme dalam bidang hukum agrarian telah dapat dihapuskan.

Monday, April 18, 2011

Politik Islam Di Indonesia,

1. Dalam memandang politik Islam di Indonesia, prinsip dasar keyakinan Ahmad Hassan adalah mewujudkan suatu negara Islam yang sesuai dengan yang di kehendaki Tuhan. Maka, hal itu bisa tercapai dengan cara: pertama, kaum muslimin harus melaksanakan seluruh ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan. Kedua, menempatkan umat Islam pada ajaran Islam yang murni berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah, baik dalam akidah (kepercayaan dan keyakinan) maupun syari'at (hukum agama). Sistem kehidupan atau bentuk negara dalam pandangan Ahmad Hassan yaitu: pertama, adanya jama'ah (kehidupan yang bersatu). Kedua, mempunyai pemimpin (imama), dan ketiga, mempunyai kekuasaan (imarah). Ketiga unsur tersebut di atas menurut beliau telah di contohkan oleh Rasulullah.

2. Dalam penerapan konsep politik. Ahmad Hassan berkeyakinan bahwa pemerintahan Islam adalah pilihan lain dari faham kebangsaan yang dianggapnya tidak memberikan tempat bagi agama. Islam dipandang sebagai sesuatu yang tertinggi dan terluas menerjang batas-batas kebangsaan dan ketanahairan. Dalam teori pemerintahan cara Islam, Menurut Ahmad Hassan sebagai upaya untuk mendamaikan teori politik Islam dengan teori-teori pemerintahan demokrasi modern. Ahmad Hassan beranggapan bahwa demokrasi telah diakui di awal Islam dalam pemilihan khilafah pertama Abu Bakar dan dalam sebuah pernyataan yang dibuat oleh khalifah Umar. Dan sebenarnya, seluruh dunia telah belajar demokrasi dari Islam. Pemerintahan Islam didasarkan pada al-Qur’an dan musyawarah, karena Islam memiliki ketentuan-ketentuan khusus yang tidak dapat dilanggar, maka ia mengeliminir banyak perangkap demokrasi yang semata-mata didasarkan pada kehendak rakyat, yang mungkin saja memilih banyak dosa. Ahmad Hassan menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk demokrasi Islam tidak berbeda dari bentuk-bentuk demokrasi lain dan pejabat-pejabat seperti perdana menteri dan lembaga-lembaga seperti kabinet dan parlemen akan dibutuhkan, bahkan walau dalam Islam.

3. Dalam peta politik Islam, Ahmad Hassan bisa dikatagorikan sebagai pemikir Islam fundamental karena Ahmad Hassan berkeyakinan bahwa hanya Islam yang memberikan dasar dan moral bagi negara, agama telah memberikan ajaran yang lengkap bagi kehidupan manusia. Dan bahwa undang-undang serta peraturan-peraturannya yang sesuai dengan al-Qur’an haruslah dilaksanakan. Ahmad Hassan ingin mengubah masyarakat sampai ke akar-akarnya, dan ingin menghancurkan penyakit umat Islam dengan cara yang radikal dan revolusioner secara jelas tanpa samar-samar dan penuh kepastian.

Sunday, April 17, 2011

Menggerakan Semangat Kebangsaan

Semangat kebangsaan saat ini sudah terasa memudar, dimana wawasan kebangsaan sudah tidak lagi dianggap penting, Pancasila yang merupakan dasar dan falsafah Negara sudah tidak dianggap lagi, sesuatu yang berbau barat dan modern diagungkan dan sesuatu yang bersifat tradisional, local dan keIndonesia-an ditinggalkan. Apa sesungguhnya yang menjadi problem hari ini?kenapa semangat kebangsaan kita pada akhirnya menjadi seperti ini?Kenapa bangsa pelupa akan nilai-nilai warisan leluhurnya?
Persoalan besar yang terjadi hari ini adalah persoalan kegagalan menterjemahkan dan menerapkan falsafah dan landasan kenegaraan kita. Perwajahan-perwajahan kebudayaan kita sering ditampilkan sebagai sosok tua yang tidak lagi menarik bagi kalangan generasi muda saat ini.perpolitikan kita sering ditonjolkan hanya pada sisi kekerasan dan arobat politiknya saja, ketimbang menyampaikan pesan dai percaturan politik sesungguhnya. Bukankah politik itu sebagai sarana atau alat untuk membuat kebijakn-kebijakan yang pro rakyat? Membuat produk – produk hukum untuk kepentingan nasional?Mencerdaskan kehidupan politik rakyat? Dan mengajarkan rakyat untuk selalu bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dilakukanya.
Kampanye “pilih produk dalam negri” hanya menjadi jrgon dan kampanye yang telah menghabiskn anggaran berpuluh-puluh miliar tanpa ada realisasi knkrit. Memang untuk melakukn perubahann itu tidak mudah, apalagi saat ini media merupakan alat propaganda pasar paling effektif yang telah mampu melakukan pembiusan terhadap jutaan rakyat Indonesia. Dengan melakukn pembiusan terhadap jutaa rakyat Indonesia . Dengan berbgai macam slogan, produk, hadiah dan bahkan janji-janji manis lainya telah mampu menjungkirbalikan kesadara rakyat Indonesia, kini yang berjalan hanyalah “alam bawah sadar” yang siap dituntun, diperintah untuk melakukan apapun.
Oleh karena itu, nilai-nilai luhur ke-Timur-an harus dibngkitakn kembali, nilai-nilai ke-Indonesia-an digelorakan lagi. Begitupun media massa harus bertanggung jawab terhadap setiap isi berita yang dimunculkan bukan semata-mata hanya mengejar keuntungan ekonomi tetapi lebih dari itu mendidik rakyat dengan kecerdasan media.

Saturday, April 16, 2011

Menggerakan Kaum Mustad’afin

Kaum mustad’afin adlah kaum lemah, kaum yang secara ekonomi miskin, dan secara politik dikebiri hk-haknya, sehingga banyak hak-hak dasarnya yang tidak diberikan oleh Negara. Seperti pelayanan kesehatan untuk mereka yang sesuai, pendidikan yang gratis, pelayanan kependudukan yang layak dan pemberian fasilitas terhadap mereka dalam hal pengembangan ekonomi sehingga lama-lama akan menjadi mandiri dan mampu mencukupi kebutuhanya sehari-hari. Hal-hal seperti ini yang terkadang lalai dan tidak dilakukan. Kebeadaan mereka trkadang dianggap musuh Negara.
Kemiskinan sendiri dalam Al Quran adalah suatu keadaan diman terdapat ketidakcukupan pangan, sandang, serta saran-sarn yang merupkan keharusan bagi kesejahteraan fifiogis manusia. Dalam kategori ilmu ekonomi, kemiskinan meliputi orang miskin yang tidak bekerja, orang miskin setengah menganggur, orang cacat dan semua orang yang mengalami persoalan dalam memenuhi kebutuhan dasar.
Dalam kaca mata agama, pengklasifikasian kelompok mustad’afin sebagi berikut:
Fakir, Miskin, Amil, Muallaf qullubuhum, Fi’al-Riqab, Gharim, Fi sabl Allah, Ibnu Sabil, Sa’il dan Mahrum juga Yatim
Diluar klasifikasi kelompok mustad’afin diatas yag dimaksdu dengan kelompok mustad’afin juga bisa dikembangkan dalam beberapa hal;
pertama:kategori kelompok orang-orang atau kelompok yang dilemahkan secara poliik, dimana haknya dikebiri tidak diberikan ruang sebagaimana diberkan kepada penduduk lainya.seperti anak-anak , cucu dan cicit dari keturunan PKI yang pada masa orde baru dikebiri hak-hak politiknya, juga kounitas-komunitas adapt yang terpinggirkan demi kelancaran pembangunan, dan kelompok – kelompok marginl(kaum miskin kota, burh, tani, nelayan, gelandangan, dn anak-anak jalanan) dimana hak poliik mereka, berupa berserikat, hak bersuara, dan hak menggugat pembangunan yang merugikan dikebiri. Dalam posisi ini, mereka adlah bagian dari kelompok mustad’afin yang dilemahkan secara structural.
Kedua, orang-orang atau kelompok yang dilemahkan secara ekonomi, dimana kita tahu bahwa sektor ekonomi Indonesia masih penuh dengan praktek pencaloan, tengkulak, black market dan pembajakan hak cipta.kesemuanya ini tentu merugikan konsumen diman pengusah – pengusaha kecil tentu aka gulung tikar menghadapi pola ekonomi seperti ini, sementara pengusaha kelas kakkap dengan modalnya bisa melakukan apasaja termasuk membuat standar ganda dalam hak cipta, diman satu sisi mendaftarkan hak ciptanya secara resmi tetapi disisi lain membajaknya. Pola ekonomi yang berkembang di Indonesia adalah pola ekonomi distribusi, dimana keuntungan dari sebuah aktivitas ekonomisesungguhnya berada ditanga para distributor bukan produsen, produsen dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit, disatu sisi mebutuhkan pasar dan marketing, disisi lain banyak cost-cost budjet yang harus dikeluarkn, mereka dalam hal ini dilemahkan oleh struktur par pengusaha swasta..
Ketiga, kelompok yang dilemahkan secara sosial budaya, mereka adalah kelompok masyarakat yang dipinggirkan dalam pergaulan sosial bahkan seringkali terjadinya pembunuhan karakter (character assassination). Pengebirian hak-hak mustad’afin dalam kategori ini adalah karena terjadinya perbedaan pandangan, kesenjangan ekonomi, maupun strata sosial yang berbeda.
Ketiga kelompok mustad’afin ini harus dibela hak-haknya agar merek menjadi bagian dari manusia pada umumnya. Kalau klasifikasi mustad’afin yang pertama, hak-hak yang harus dipenuhi adalah hak-hak dasar, yaitu pemenuhan sandang,pangan, dan papan. Sementara kelompok mustad’afin yeng kedua adalah dengan cara melakukan advokasi kebijakan(ligitasi) dan advokasi non ligitasi (pendmpingan).
Dasar dan dalil-dalil diri terhadap pembelaan kelompok mustad’afin ini adalah adanya ungkapan bahwa kemiskinan, kefkiran bisa menyebabkan orang menjadi kufuur dan bahkan berpindah agama
Selain itu bahwa pada dasarnya Negara diciptakan adlah sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, oleh karena itu sudah seharusny a kebijakan Negara adalah melindungi, mengayomi, memfasilitasi, apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhn rakyat.Oleh karena itu, rakyat pada dasarnya sudah berkorban begitu besar demi tegaknya Negara Indonesia, mereka membayar ajak,melaksanakan aturan-aturan hokum Negara, dll. Dalam hal ini kaidah Ushul Fiqih menjadi sangat relevan dalam memandang kekuasaan:
“Tasharuful imam ‘ala al –ra’iyyati manuthun bi al-maslahah”,(kebijaka pemimpin kepada rakyatnya harus sesua dengan kemaslahtan /kesejahteraan rakyatnya)
Kalau kita baca dalam kitab Asybah wa al Nazhair, kaidah ini mengharuskan kepada pemimpin untuk menegakan keadilan, memprioritaskan orang/kelompok yang lebih membutuhkan baru yang membutuhkan(al-ahamm tsumma al-‘aham). Dalam konteks Indonesia, kelompok yang sangat membutuhka adalah kaum petani, nelayan, pedagang kaki lima, buruh, pengangguran, tuna netra, jompo, gelandangan, anak jalanan, orang-orang yang rumahny dibawah kolong jembatan,dipinggir sungai, dan sejenisya. Faktanya, justru mereka tidak pernah diperhatikan pemerinah. Fokus pemerintah dalh pengembangan dunia industri perdagangan. Alokasi danauntuk kaum margianal jauh dibawah standar , dibawah jauh untuk alokasi dana sector industri –teknologi. Akhirnya Indonesia menjadi Negara terbelakang , tertindas dan mundur, karena mayoritas rakyat sengsara dan menderita terlantrkan, minoritas rakyat yang maju justru difasilitasi secaramelimpah dan merajalela (baca dalam Jalaluddin al –Suyuthi,Asybah wa al Nadhair, t.t. hlm.83-84)
Oleh karena itu, kerja-kerja pembelaan terhadap kaum mustad’afin harus dilakukan denan cerat, sabar , konsisten, komitmen dan penuh tanggung jawab. Dan perbuatan ini mengandung ibaah. Oleh karena itu, kerja-kerja pengentasan kemiskinan harus melalui kerja terencana, terprogram, sistematis, dan kontinyu. Kemiskinn adalah sebab akibat . Penyebab kemiskinan harus ditutup. Kalau penyebabnya tidak ada sumber pengahsilan, maka harus diberi alat untuk mendapatkan penghasilan. Memberi kail daripada ikan. Tidak cukup diberi hal-hal yng sifatnya konsumtif, hal ini membuat masyarakat menjadi pasif, boros, dan tidak punya kamauan kuat. Untuk itu perlu dimotivasi agar punya keinginan dan kemauan kuat untuk berusaha, dibimbing, diarahkan, diberi ketrampilan khusus, dan diberi modal usaha dengan perencanaan dan pengawasan kontinyu.

Chitika